Atasdasar itu, membangun masjid di sisi kuburan para waliyullah merupakan perbuatan haram. Meskipun, pembangunan mesjid itu sendiri merupakan sesuatu yang ditekankan. Perbuatan seperti itu bisa menjerumuskan seseorang ke dalam perilaku syirik, hukumnya secara mutlak haram". Fatwa ibnu Taimiyah di atas didasarkan pada dalil-dalil berikut:
Diapernah berkata kepada Utsman bin Ma'mar agar menghancurkan kubah yang di bangun di atas kuburan Zaid. Selain makam Zaid, di sana ada juga makam-makam lain. Syariat harus diartikan sesuai dengan perkembangan modern. 4) Kaum ulama harus mempelajari filsafat, dan ilmu-ilmu pengetahuan modern agar dapat menyesuaikan syariat dengan kebutuhan
Secaraumum, tidak boleh melakukan kegiatan ibadah di atas kuburan, berdoa menghadap kuburan, dan membangun kubah di atas kuburan. Terakhir ada seorang manusia yang memanjat kubah hijau Masjid Nabawi untuk dihancurkan, lalu disambar petir secara tiba-tiba dan mati. Mayatnya melekat pada kubah hijau tersebut dan tidak dapat diturunkan sampai
Berdasarkanbeberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa memasang kain di batu nisan atau membuat kubah di kuburan, khususnya pada makan para wali, tidak dilarang. Apalagi cungkup tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk membaca al-Qur'an, berdzikir dan berdo'a kepada Allah SWT. Tentu semua itu sangat dianjurkan.
DiantaraI'tiqad kaum Wahabi adalah: 1.Berdoa dengan bertawassul adalah syirik dan haram. 2.Perjalanan ziarah kubur adalah ma'siat dan berziarah kubur adalah perbuatan haram. 3. Merokok adalah syirik dan haram. 4. Membuat kubah diatas kubur adalah haram, karena itu kubah diatas kubur harus diruntuhkan.
KarenaIslam -yang Allah datangkan bersama Muhammad saw sebagai pengemban risalahnya— adalah sebuah sistem kehidupan dan risalah bagi semesta alam, maka negara harus menerapkan dan mengembannya ke seluruh dunia. Islam telah menetapkan negara ini Islam telah menetapkan negara ini. Karena Islam -yang Allah datangkan bersama Muhammad saw
K3cwdJ. Kelima puluh dua LARANGAN MENDIRIKAN MASJID DI ATAS KUBURAN[1]Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasAhlus Sunnah berkeyakinan bahwa tidak boleh membangun masjid di atas kuburan dan hal ini merupakan kesesatan dalam agama. Di samping itu, perbuatan ini merupakan jalan menuju syirik serta menyerupai perbuatan Ahlul Kitab. Perbuatan tersebut juga akan mendatangkan kemarahan dan laknat Allah Azza wa ini merupakan masalah paling besar yang telah menimpa ummat Islam. Dewasa ini telah banyak masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan dan dibangun juga kubah-kubah di atasnya. Bahkan, tidak sedikit kuburan yang ditinggikan dan dibangun dengan hiasan yang ketinggiannya melebihi tinggi tubuh manusia serta dihias dengan hiasan-hiasan yang mewah, hal tersebut adalah perbuatan orang-orang datang mengunjunginya untuk mencari dan minta berkah, berdo’a memohon kepada penghuninya, menyembelih binatang dan memohon syafa’at serta kesembuhan dari mereka. Perbuatan itu semua termasuk ke dalam syirik akbar. Itulah fakta yang kita dapati dari kebanyakan negeri Islam, di zaman ini yang bisa kita dapati di mana-mana. Dan kiranya tidak perlu kami buktikan kenyataan ini. -Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan dari Allah-.[2]Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma menceritakan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang gereja dengan rupaka-rupaka yang ada di dalamnya yang dilihatnya di negeri Habasyah Ethiopia. Maka, beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaأُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيْهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوْا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُوْلَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.“Mereka itu adalah suatu kaum, apabila ada orang yang shalih atau seorang hamba yang shalih meninggal di antara mereka, mereka bangun di atas kuburannya sebuah tempat ibadah dan mereka buat di dalam tempat itu rupaka-rupaka. Mereka itulah makhluk yang paling buruk di hadapan Allah pada hari Kiamat.”[3]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabdaلَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ.“Laknat Allah atas Yahudi dan Nashrani, mereka telah menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat ibadah.”[4]Dari Jundub bin Abdillah Radhiyallahu anhu berkata “Aku mendengar bahwa lima hari sebelum Nabi Shallallahu alaihi wa sallam wafat, beliau Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabdaإِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللهِ أَنْ يَكُوْنَ لِي مِنْكُمْ خَلِيْلٌ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيْلاً، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلاً، أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ.“Sungguh aku menyatakan kesetiaanku kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalil kekasih mulia di antara kamu, karena sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil, seandainya aku menjadikan seorang khalil dari umatku, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kamu telah menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai tempat ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu melakukan perbuatan itu.’”[5]Yang dimaksud dengan اِتِّخَاذُ الْقُبُوْرِ مَسَاجِدَ yaitu menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid tempat ibadah, mencakup tiga hal, sebagaimana yang disebutkan oleh asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah [6]Tidak boleh shalat menghadap kubur. Hal ini ada larangan yang tegas dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam لاَ تُصَلُّوْا إِلَى الْقُبُوْرِ وَلاَ تَجْلِسُوْا عَلَيْهَا.“Jangan kamu shalat menghadap kubur dan jangan duduk di atasnya.”[7]Tidak boleh sujud di atas boleh membangun masjid di atasnya tidak boleh shalat di masjid yang dibangun di atasnya kuburan.Beliau rahimahullah juga menyebutkan dalam kitabnya, bahwasanya Membangun masjid di atas kubur hukumnya haram dan termasuk dosa besar menurut empat madzhab.[8]Kemudian dikatakan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah dalam fatwanyaHadits-hadits larangan tersebut menunjukkan tentang haramnya membangun masjid di atas kubur dan tidak boleh menguburkan mayat di dalam masjid.[9]Tidak boleh shalat di masjid yang di sekelilingnya terdapat kuburan.[10]Disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnyaSiapa yang mengubur seseorang di dalam masjid, maka ia harus memindahkannya dan mengeluarkannya dari yang mendirikan masjid di atas kuburan, maka ia harus membongkarnya merobohkannya.[11]Disebutkan pula oleh Syaikh Salim bin Ied al-Hilali dalam kitabnya[12], bahwa menjadikan kubur sebagai tempat ibadah termasuk dosa besar, dengan sebabOrang yang melakukannya mendapat laknat yang melakukannya disifatkan dengan sejelek-jelek orang Yahudi dan Nasrani, sedangkan menyerupai mereka hukumnya Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah menyebutkan di dalam kitabnya, Zaadul Ma’ad[13] “Berdasarkan hal itu, masjid harus dibongkar bila dibangun di atas kubur. Sebagaimana halnya kubur yang berada dalam masjid harus dibongkar. Pendapat ini telah disebutkan oleh Imam Ahmad dan lainnya. Tidak boleh bersatu antara masjid dan kuburan. Jika salah satu ada, maka yang lain harus tiada. Mana yang terakhir didirikan itulah yang dibongkar. Jika didirikan bersamaan, maka tidak boleh dilanjutkan pem-bangunannya, dan wakaf masjid tersebut dianggap batal. Jika masjid tetap berdiri, maka tidak boleh shalat di dalamnya yaitu di dalam masjid yang ada kuburannya berdasarkan larangan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan laknat beliau Shallallahu alaihi wa sallam terhadap orang-orang yang menjadikan kubur sebagai masjid atau menyalakan lentera di atasnya. Itulah dienul Islam yang Allah turunkan kepada Nabi dan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, meskipun dianggap asing oleh manusia sebagaimana yang engkau saksikan.”[14]Jawaban terhadap syubhat yang ada “Yaitu orang berkata sekarang kita dalam dilema sehubungan dengan makam Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam karena kuburan beliau Shallallahu alaihi wa sallam berada tepat di tengah masjid. Bagaimana menjawabnya?”Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi was allam ketika meninggal dunia dimakamkan di kamar Aisyah di rumahnya sebelah masjid, dipisahkan dengan tembok dan ada pintu yang beliau Shallallahu alaihi wa sallam biasa keluar menuju masjid. Hal ini adalah perkara yang sudah disepakati para ulama dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya para Sahabat Radhiyallahu anhum menguburkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di kamarnya. Mereka lakukan demikian supaya tidak ada seorang pun sesudah mereka menjadikan kuburan beliau Shallallahu alaihi wa sallam sebagai masjid atau tempat ibadah, sebagaimana hadits dari Aisyah Radhiyallahu anhuma dan yang lainnya.Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata “Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sakit yang karenanya beliau Shallallahu alaihi wa sallam meninggal, beliau Shallallahu alaihi wa sallam اللَّهُ الْيَهُوْدَ وَ النَّصَارَى اِتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَا جِدَ“Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat peribadahan”Aisyah Radhiyallahu anhuma لاَ ذَلِكَ أُبْرِزَ قَبْرُهُ غَيْرَ أَنَّهُ خُشِيَ أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا“Seandainya bukan karena larangan itu tentu kuburan beliau sudah ditampakkan di atas permukaan tanah berdampingan dengan kuburan para Sahabat di Baqi’. Hanya saja beliau khawatir akan dijadikan sebagai tempat ibadah“[15]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam لاَ تّجْعَلْ قَبْرِيْ وَثَنَا، لَعَنَ اللَّهُ قَوْمًا اِتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ“Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai temp ibadah“[16]Kemudian -Qaddarallahu wa Maasyaa’a Fa’ala- terjadi sesudah mereka apa yang tidak diperkirakan sebelumnya, yaitu pada zaman al-Walid bin Abdul Malik tahun 88H, ia memerintahkan untuk membongkar masjid Nabawi dan kamar-kamar istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam termauk juga kamar Aisyah Radhiyallahu anhuma sehingga dengan demikian masuklah kuburan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ke dalam Masjid Nabawi.[17]Pada saat itu tidak ada seorang Sahabat pun di Madinah an-Nabawiyyah. Sebagaimana penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan muridnya al-Allamah al-Hafizh Muhammad bin Hadi rahimahullah “Sesungguhnya dimasukkannya kamar beliau Shallallahu alaihi wa sallam ke dalam masjid pada masa khilafah al-Walid bin Abdil Malik, sesudah wafatnya seluruh Sahabat Radhiyallahu anhu yang ada di Madinah. Dan yang terakhir wafat adalah Jabir bin Abdillah[18], beliau Radhiyallahu anhu wafat pada zaman Abdul Malik pada tahun 78 H. Sedangkan al-Walid menjabat khalifah tahun 86 H dan wafat pada tahun 96 H. Maka dari itu, dibangunnya renovasi masjid dan masuknya kamar Nabi Shallallahu alaihi wa sallam terjadi antara tahun 86-96 H.[19]Perbuatan al-Walid bin Abdil Malik ini salah -semoga Allah mengampuninya-.[20]Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan dalam Fat-hul Baari dan juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam al-Jawaabul Baahir “Bahwasanya kamar Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tatkala dimasukkan ke dalam masjid, ditutup pintunya, dibangun atasnya tembok lain untuk menjaga agar rumah beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidak dijadikan tempat perayaan dan kuburnya tidak dijadikan berhala.”[21]Larangan shalat di masjid yang ada kuburnya atau masjid yang dibangun di atas kubur mencakup semua masjid di seluruh dunia kecuali Masjid Nabawi. Hal tersebut karena Masjid Nabawi mempunyai keutamaan yang khusus yang tidak didapati di seluruh masjid di muka bumi kecuali Masjidil Haram dan Masjidil sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallamصَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ.“Shalat di Masjidku ini lebih utama 1000 kali daripada shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram.”[22]صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ.“Shalat di Masjidku ini lebih utama 1000 kali daripada shalat di masjid-masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram.”[23]صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، فَصَلاَةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةَ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ.“Shalat di Masjidku ini lebih utama 1000 kali daripada shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram, maka shalat di Masjidil Haram lebih utama kali daripada shalat di masjid yang selainnya.”[24]مَا بَيْنَ بَيْتِيْ وَمِنْبَرِيْ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ وَمِنْبَرِيْ عَلَى حَوْضِي.“Antara rumahku dan mimbarku ada taman dari taman-taman Surga dan mimbarku di atas telagaku.”[25]Dan keutamaan-keutamaan yang lain yang tidak didapati di masjid lainnya. Kalau dikatakan tidak boleh shalat di masjid beliau berarti menyamakan dengan masjid-masjid lainnya dan menghilangkan keutamaan-keutamaan ini dan hal ini jelas tidak boleh.[26]Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata tentang syubhat tersebut[27]Masjid Nabawi itu tidak didirikan di atas kuburan, tetapi masjid didirikan pada zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa Shallallahu alaihi wa sallam tidak dikuburkan di dalam masjid, namun dikubur di dalam rumah beliau Shallallahu alaihi wa rumah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, termasuk pula rumah Aisyah Radhiyallahu anhuma dengan masjid, bukan atas kesepakatan para Sahabat. Hal ini terjadi setelah sebagian besar Sahabat sudah meninggal dunia dan yang masih hidup saat itu tinggal sedikit, kira-kira pada tahun 94 H. Hal ini termasuk masalah yang tidak disepakati semua Sahabat yang masih ada. Yang pasti bahwa sebagian di antara mereka menentang rencana itu, termasuk pula Sa’id bin al-Musayyab[28], dari kalangan Tabi’in. Dia tidak ridha atas hal itu[29].Kuburan beliau Shallallahu alaihi wa salalm tidak berada di dalam masjid Nabawi, meskipun setelah itu masuk di dalamnya, karena kuburan beliau ada dalam ruangan tersendiri yang terpisah dengan masjid, sehingga masjid tidak didirikan di atas kuburan. Karena itu tempat tersebut dijaga dan dilapisi tiga dinding. Dinding-dinding itu berbentuk segi tiga yang posisinya miring dengan arah Kiblat, sedangkan rukun di sisi utara, sehingga orang yang shalat tidak mengarah ke sana, karena bentuknya agak a’lam.[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M] _______ Footnote [1] Lihat pembahasan ini dalam kitab Manhajul Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil Aqiidah dan Tahdziirus Saajid min Ittikhaadzil Qubuur Masaajid oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. I/ Maktabah al-Ma’arif, th. 1422 H. [2] Manhajul Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil Aqiidah I/259. [3] HR. Al-Bukhari no. 427, 434, 1341 dan Muslim no. 528 bab an-Nahyu an Binaa-il Masaajid alal Qubuuri wa Ittikhadzish Shuwari fiiha wan Nahyu an Ittikhadzil Qubuuri Masaajid Larangan Membangun Masjid di Atas Kuburan dan Larangan Memasang di Dalamnya Gambar-Gambar Serta Larangan Men-jadikan Kuburan Sebagai Masjid dan Abu Awanah I/401. [4] HR. Al-Bukhari no. 435, 436, 3453, 3454, 4443, 4444, 5815, 5816 dan Muslim no. 531 22 dari Aisyah Radhiyallahu anhuma. [5] HR. Muslim no. 532 23 bab An-Nahyu an Binaa-il Masaajid alal Qubuuri wa Ittikhadzis Shuwari fiiha wan Nahyu an Ittikhadzil Qubuuri Masaajid Larangan Membangun Masjid di Atas Kuburan dan Larangan Membuat Patung-Patung serta Larangan Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid. [6] Lihat Tahdziirus Saajid min Ittikhaadzil Qubuur Masaajid hal 29-44 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. I/ Maktabah al-Ma’arif/ th. 1422 H. [7] HR. Muslim no. 972 98 dan lainnya dari Sahabat Abu Martsad al-Ghanawi Radhiyallahu anhu. [8] Tahdziirus Saajid hal 45-62. [9] Fataawaa Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz IV/337-338 dan VII/426-427, dikumpulkan oleh Dr. Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwai’ir, cet. I, th. 1420 H. [10] Lihat Fataawaa Muhimmah Tata’allaqu bish Shalah hal. 17-18, no. 12 oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz, cet. I, Daarul Fa-izin lin Nasyr-th. 1413 H. [11] Lihat al-Qaulul Mufiid ala Kitaabit Tauhiid I/402 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. [12] Lihat Mausuu’atul Manaahi asy-Syar’iyah I/426. [13] Lihat Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil Ibaad III/572 tahqiq Syu’aib dan Abdul Qadir al-Arnauth, cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H. [14] Tentang harus dibongkarnya masjid yang dibangun di atas kubur itu tidak ada khilaf di antara para ulama yang terkenal, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t dalam Iqthidhaa’us Sirathil Mustaqiim II/187. [15] HR. Al-Bukhari no. 1330, Muslim no. 529, Abu Awanah I/399 dan Ahmad VI/80, 121, 255. Perkataan Aisyah Radhiyallahu anhuma ini menunjukkan dengan jelas sebab mengapa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dikuburkan di rumahnya. Beliau Shalallallahu alaihi wa sallam menutup jalan supaya tidak dibangun di atasnya masjid sebagai tempat ibadah. Maka, tidak boleh dijadikan alasan tentang bolehnya mengubur di rumah, karena hal ini menyalahi hukum asal. Menurut Sunnah menguburkan mayat di pekuburan kaum Muslimin. Lihat Tahdziirus Saajid [16] HR. Ahmad II/246, al-Humaidi dalam Musnadnya dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’. Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata, “Sanadnya shahih”, Musnad Ahmad VII/173 no. 73520. Diriwayatkan juga oleh Imam Malik I/156 no. 85, dari Atha’ bin Yasar secara marfu’. Hadits ini mursal shahih. Lihat Tahdziirus Saajid [17] Lihat Taariikhuth Thabari V/222-223 dan Taariikh Ibni Katsir IX/74-75. Dinukil dari Tahdziirus Sajid [18] Beliau adalah seorang Sahabat yang mulia, Jabir bin Abdillah bin Amr bin Haram bin Ka’ab al-Anshari as-Silmi. Seorang yang banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, ikut dalam bai’at Aqabah dan ikut bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam banyak peperangan. Setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam meninggal, dia membuat halaqah kajian di Masjid Nabawi untuk ditimba ilmunya. Lihat al-Ishaabah I/213 no. 1026. [19] Lihat al-Jawaabul Baahir fii Zuwwaaril Maqaabir hal. 72, Majmuu’ Fataawaa XXVII/419 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, juga Tahdziirus Saajid hal. 79-80 oleh Syaikh al-Albani. [20] Tahdziirus Saajid hal. 86 oleh Syaikh al-Albani [21] Tahdziirus Saajid hal. 91 oleh Syaikh al-Albani [22] HR. Muslim no. 1395 dari Sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma. [23] HR. Al-Bukhari no. 1190, Muslim no. 1394, at-Tirmidzi no. 325, Ibnu Majah no. 1404, ad-Darimi I/330, al-Baihaqi V/246, Ahmad II/256, 386, 468, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Lihat Irwaa-ul Ghaliil no. 971. [24] Ahmad III/343, 397, Ibnu Majah no. 1406 dari Sahabat Jabir bin Abdillah [25] HR. Al-Bukhari no. 1196, 1888, Muslim no. 1391, Ibnu Hibban no. 3750/ Ta’liiqaatul Hisaan alaa Shahiih Ibni Hibban no. 3742, al-Baihaqi V/246, dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [26] Lihat Tahdziirus Saajid hal. 178-182. [27] Lihat al-Qaulul Mufiid alaa Kitaabit Tauhiid I/398-399. [28] Nama lengkapnya Sa’id bin al-Musayyab bin Hazan bin Abi Wahhab al-Makh-zumi al-Qurasyi. Dia adalah seorang ahli Fiqih di Madinah. Dia menguasai ilmu hadits, fiqih, zuhud, wara’. Dia orang yang paling hafal hukum-hukum Umar bin Khaththab dan keputusan-keputusannya, wafat di Madinah th. 94 H. Lihat Taqriibut Tahdziib I/364 no. 2403 dan Siyar A’laamin Nubalaa’ IV/217-246, no. 88. [29] Majmuu’ Fataawaa XXVII/420 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Home /A7. Peranan Masjid Dalam.../Larangan Mendirikan Masjid Di...
loading...Para ulama mengatakan bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan tanah wakaf adalah haram kecuali kuburan orang-orang saleh para wali dan imam-imam kaum muslimin. Foto/dok dragonfly Di Indonesia banyak kita temukan pemakaman atau perkuburan dipenuhi bangunan atau keramik. Bagaimana pandangan syariat terhadap hal ini?Menurut Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini dalam tanya jawab akidah Ahlussunnah wal Jamaah sebagaimana dilansir dari alfachriyah mengatakan, me-lepa melekatkan atau menyemen kuburan makruh hukumnya menurut pendapat mayoritas ulama. Imam Abu Hanifah berkata Melepa kuburan itu tidak dimakruhkan, dan dalam agama tidak terdapat dalil keharamannya. Adapun hadis tentang larangan melepa mendirikan bangunan dan duduk di atas kuburan menurut ittifaq ulama itu menunjukkan larangan yang bersifat karahah, bukan apakah menyemen kuburan yang dilakukan di berbagai negara itu hanya untuk mainan? Menyemen kuburan sama sekali bukan untuk mainan dan hiasan. Mereka tidak melakukan untuk itu. Tetapi untuk tujuan-tujuan yang baik dan untuk berbagai kemaslahatan, antara lainTempat itu dapat diketahui sebagai kuburan, sehingga dapat dihidupkan melalui ziarah dan terpelihara dari penghinaan. Mencegah orang-orang menggalinya kembali sebelum jasad mayat hancur. Sebab menggali kuburan sebelum jasad mayat yang ada hancur hukumnya dapat mengumpulkan sanak kerabatnya di sekitarnya, sebagaimana yang disunnahkan. Dalam hadis disebutkanإنه صلى الله عليه و سلم وضع على قبر عثمان بن مظعون صخرة وقال أعلم على قبر أخى لأذفن إليه من مات من أقاربي"Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa shahbihi wa sallam meletakkan batu besar di atas kuburan Utsman bin Mazh'un dan bersabda "Saya memberi tanda di atas kuburan saudara saya, supaya saya dapat mengubur kerabat-kerabat saya yang meninggal dunia." HR Abu Dawud dan al-BaihaqiAdapun mendirikan bangunan di atas kuburan, maka hukumnya ditafsihil. Apabila kuburan itu tanah milik pribadi atau milik orang lain dengan ada izin, maka hukumnya makruh, tidik haram, baik bangunan itu berupa cungkup atau lainnya. Apabila kuburan itu berupa tanah wakaf yang diperuntukkan kuburan atau umum, maka hukum mendirikan bangunan di atas kuburan itu HARAM. Sebab keharamannya adalah menghindari kesulitan penguburan dan terjadinya penyempitan. Sebagian ulama ada yang mengecualikan kuburan orang-orang saleh dan imam-imam kaum muslimin, maka boleh mendirikan bangunan di atas kuburan mereka, sekalipun berada di tanah Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah, Buya Yahya Zainul Ma'arif dalam satu tausiyahnya berpendapat bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan terjadi khilaf besar. Adapun mendirikan bangunan atau menginjak persis di atas kuburan itu tidak ulama mengatakan jika kuburan dikasih tembok itu diharamkan. Namun, ulama ahlussunnah wal jamaah mengatakan yang diharamkan membuat bangunan di atas kuburan yaitu yang haram untuk diinjak. "Yang jelas ini adalah khilaf para ulama. Paling tidak ini masuk bab kemakruhan. Riwayatnya memang dilarang untuk menyemen apalagi di tanah wakaf. Jadi tidak usah dimegah-megahkan, wajar saja. Makanya saya berwasiat semoga panjang umur, kalau saya nanti wafat cukup dibuatkan Nisan dua saja. Itu sebagai tanda bahwa ini loh saya sudah wafat, nanti cukup kasih batu-batu alam saja. Jadi yang wajar saja," kata Buya Yahya. Baca Juga Bagaimana Hukum Duduk di Atas Kuburan? Wallahu A'lamBerikut Tausiyah Buya Yahya terkait hukum bangunan di Atas Kuburan yang disiarkan Al-Bahjah TV melalui Youtube rhs
Bangunan adalah struktur yang sengaja dibuat oleh manusia, bangunan biasanya terdiri dari 2 bagian penting yaitu dinding dan atap berikut bagian pondasi. Namun pernahkah Anda bertanya apa hukum membangun bangunan diatas kuburan? Boleh atau tidak. Nah pada segmen kali ini kita akan membahas tema ini. Bangunan biasanya disebut dengan nama rumah atau gedung, yaitu segala sarana, prasarana dan setiap infrastruktur dari kebudayaan manusia sebagai bentuk fisik dari kebudayaan manusia yang berusaha mereka bangun. Dari segi lain, bangunan memiliki banyak ukuran, bentuk, fungsi dan mengalami berbagai macam penyesuaian sepanjang sejarah yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti jenis bahan bangunan, kondisi cuaca, kondisi tanah, harga serta faktor estetikanya dan jasa kontraktor jogja siap menerima konsultasi berkaitan dengan itu. Bangunan memiliki banyak kegunaan bagi kehidupan manusia, terlebih sebagai tempat untuk berlindung, bernaung untuk mencari keamanan dari kondisi luar rumah, misalnya cuaca, hewan atau bahkan manusia. Karena itu rasa aman dan nyaman dikaitkan dengan rumah. Kuburan, sumber Karena berkaitan dengan peradaban manusia, bangunan menjadi bagian yang sengat vital dalam kehidupan ini. Untuk itu memahami hakikat bangunan baik dari segi fisik maupun pemanfaatannya menjadi penting bagi umat manusia. Terkhusus lagi buat kaum muslimin yang setiap aktifitas hariannya selalu terikat dengan halal dan haram. Islam memandang segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, baik manusia maupun kehidupan masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Khusus untuk manusia, Allah bebankan beban hukum kepadanya berupa perintah dan larangan. Perintah dan larangan ini menjadi indikasi seberapa taqwa seorang hamba kepada Allah sang pencipta dengan melihat seberapa tunduk dan taatnya manusia padanya. Membangun rumah diatas kuburan juga tidak lepas dari cakupan halal-haram. Untuk itu mengetahui hukum syara’ terkait dengan semua aktifitas yang dilakukan adalah sebuah kewajiban yang tak bisa dihindarkan. Sebab sebuah kaidah syara’ mengatakan ” Hukum asal perbuatan manusia itu terikat dengan hukum syariah”. Baik di Indonesia maupun di wilayah lain, banyak dijumpai pekuburan yang di atasnya dipenuhi dengan bangunan atau keramik. Nah, sebelum terlanjur Anda membangun sesuatu, ada baiknya mengetahui hukum syariat mengenai hal ini. Membangun bangunan diatas kuburan, sumber Dari Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini dalam tanya sebuah forum tanya jawab mengatakan, ” melekatkan atau menyemen kuburan makruh hukumnya menurut pendapat mayoritas ulama” Imam Abu Hanifah mengatakan, ” melekatkan atau menyemen kuburan itu tudak dimakruhkan dan dalam agama tidak dijumpai dalil keharamannya. Adapun hadis tentang larangan melepa, mendirikan bangunan dan duduk diatas kuburan menurut ittifaq ulama tidak menunjukan keharaman tapi hanya bersifat karahah. Lantas, apakah kegiatan menyemen kuburan atau membangun bangunan di atasnya yang dilakukan di berbagai negara hanya untuk mainan? Kegiatan membangun sesuatu diatas kuburan bukanlah semata untuk mainan dan hiasan, tapi dilakukan untuk tujuan yang baik dan maslahat. Membangun sesuatu diatas kuburan dengan bentuk tertentu dalam budaya tertentu menjadi sebuah penanda bahwa area itu adalah kuburan, sehingga dapat dihidupkan melalui ziarah dan terpelihara dari penghinaan. Mencegah orang-orang menggalinya kembali sebelum jasad hancur. Sebab menggali makam sebelum jasadnya hancur haram hukumnya. Kemudian, dengan itu juga dapatk mengumpulkan sanak kerabat disekitarnya, sebagaimana yang telah disunnahkan dalam hadits Nabi. إنه صلى الله عليه و سلم وضع على قبر عثمان بن مظعون صخرة وقال أعلم على قبر أخى لأذفن إليه من مات من أقاربي “Sesungguhnya Nabi SAW meletakkan batu besar di atas kuburan Utsman bin Mazh’un dan bersabda “Saya memberi tanda di atas kuburan saudara saya, supaya saya dapat mengubur kerabat-kerabat saya yang meninggal dunia.” HR Abu Dawud dan al-Baihaqi Adapun mendirikan bangunan selain sebagai penanda kuburan, maka hukumnya ditafsihil. Jika kuburan itu tanah milik pribadi atau milik orang lain dengan seatas izinnya, maka hukumnya makruh dan tidak haram. Baik bangunan tersebut berupa cungkup atau lainnya. Jika kuburan itu berbentuk tanah waqaf yang difungsikan untuk kuburan orang umum, maka hukum dari mendirikan bangunan diatas kuburan adalah haram. Ilustrasi tanah waqaf, sumber Sebab keharamannya adalah untuk menghindari kesulitan penguburan dan meminimalisir terjadinya penyempitan. Sebagian ulama ada yang mengecualikan kuburan orang-orang saleh dan imam-imam kaum muslinmin, jika demikian maka boleh mendirikan bangunan diatas kuburan mereka, sekalipun berada diatas tanah umum. Sementara Buya Yahya Zainul Ma’arif Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah di dalam satu kesempatan berpendapat bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan terjadi khilaf besar. Adapun jika mendirikan bangunan persis di atas kuburan itu dibolehkan atau haram. Ada juga sebagian ulama yang berpendapat jika kuburan diberikan tembok itu diharamkan. Namun, ulama aswaja mengatakan yang diharamkan membuat bangunan di atas kuburan yaitu yang haram untuk diinjak, selain itu dibolehkan. Pada poin pentingnya adalah bahasan mengenai hukum membangun bangunan diatas kuburan itu menjadi khilaf para ulama. Paling tidak ini masuk pada bab kemakruhan. Di dalam riwayatnya memang dilarang untuk menyemen apabila di tanah waqaf. Maksudnya tidak perlu disemen sedemikian rupa sehingga tampak kemegahannya, yang wajar saja. Kemudian beliau berwasiat ” Makanya saya berwasiat, semoga panjang umur, jika saya nanti wafat cukup dibuatkan Nisan dua saja. Itu sebagai tanda bahwa ini loh saya sudah wafat”. Alhamdulillah, dari beberapa uraian di atas dapat kita tarik benang merahnya setidaknya ada 2 pendapat. Pertama humum membangun bangunan diatas kuburan itu makruh dan yang kedua hukumnya adalah haram. Wallahu wa Rasulu A’lam. Untuk menambah wawasan keislaman Anda, kam rekomendasikan untuk juga membaca hukum mengirimkan Al-quran melalui ekspedisi atau membaca tulisan berjudul hukum menjualbelikan bayi ini. Semoga bermanfaat.
– Hadits tentang kuburan. Kuburan atau makam merupakan tempat bersemayam para orang yang telah meninggal dunia. Kuburan ada banyak jenisnya, ada yang umum dan ada pula yang khusus ditempatkan umat agama tertentu. Misalnya tempat pemakaman muslim, isinya jelas kuburan orang muslim semua. Kemudian kuburan pahlawan, isinya hanya makam para pahlawan nasional saja. Sedangkan kuburan atau tempat makam umum bisa ditempati siapa ada yang berdebat sebaiknya seorang jenazah dimakamkan di mana, apakah tempat umum atau khusus muslim? Pada dasarnya petunjuk tersebut diterangkan dengan jelas di dalam hadits shahih yang akan kami bagikan di bawah yang tidak boleh dilupakan adalah mengucapkan doa melewati kuburan ketika masuk ke area pemakaman. Selain mengenai pemilihan tempat, hadits yang akan kami bagikan di bawah ini juga menjelaskan banyak hal penting lain mengenai Hadits Tentang Kuburan1. Kuburan Menakutkan2. Duduk di Atas Kuburan3. Makruh Membangun Kuburan4. Membangun Makam dengan Kubah5. Menghias KuburanDaftar Hadits Tentang KuburanUntuk lebih jelasnya langsung saja silahkan simak kumpulan daftar hadits shahih tentang kuburan ini. Simak ulasannya dalam bahasa Arab, latin, dan terjemahan Indonesia Kuburan Menakutkanمَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ “Tidak aku lihat pemandangan, kecuali kuburanlah yang paling menakutkan” HR. Ahmad.2. Duduk di Atas Kuburanﻧﻬﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺠﺼﺺ اﻟﻘﺒﺮ، ﻭﺃﻥ ﻳﻘﻌﺪ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﺃﻥ ﻳﺒﻨﻰ ﻋﻠﻴﻪ»“Rasulullah shalallahualaihi wasallam melarang untuk memplester kuburan, duduk di atasnya dan membangun kuburan” HR Muslim.3. Makruh Membangun Kuburanوكره بناء له أي للقبر أو عليه لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه.“Makruh membangun kuburan, sebab adanya larangan syara’. Kemakruhan ini ketika tanpa adanya hajat, seperti khawatir dibongkar, dirusak hewan atau diterjang banjir. Hukum makruh membangun kuburan ini ketika mayit di kubur di tanah miliknya sendiri, jika membangun kuburan dengan tanpa adanya hajat atau memberi kubah pada kuburan ini di pemakaman umum, yakni tempat yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk mengubur jenazah, baik diketahui asalnya dan keumumannya atau tidak, atau di kuburkan di tanah wakaf, maka membangun kuburan tersebut hukumnya haram dan wajib dibongkar, sebab kuburan tersebut akan menetap selamanya meski setelah hancurnya mayit, dan akan menyebabkan mempersempit umat muslim tanpa adanya tujuan” Syekh Zainuddin al-Maliabar, Fath al-Mu’in, hal. 219.يكره أن يبنى على القبر بيت أو قبة أو مدرسة أو مسجد أو حيطان – إذا لم يقصد بها الزينة والتفاخر وإلا كان ذلك حراما “Makruh membangun pada kuburan sebuah ruang, kubah, sekolah, masjid, atau tembok, ketika tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan, jika karena tujuan tersebut, maka membangun pada makam dihukumi haram” Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, juz 1, hal. 536.4. Membangun Makam dengan Kubahﻗﺒﻮﺭ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻳﺠﻮﺯ ﺑﻨﺎﺅﻫﺎ ﻭﻟﻮ ﺑﻘبﺔ ﻹﺣﻴﺎء اﻟﺰﻳﺎﺭﺓ ﻭاﻟﺘﺒﺮﻙ. ﻗﺎﻝ اﻟﺤﻠﺒﻲ ﻭﻟﻮ ﻓﻲ ﻣﺴﺒﻠﺔ، ﻭﺃﻓﺘﻰ ﺑﻪ“Makam para ulama boleh dibangun meskipun dengan kubah, untuk menghidupkan ziarah dan mencari berkah. Al-Halabi berkata Meskipun di lahan umum”, dan ia memfatwakan hal itu Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin, juz 2, hal. 137.5. Menghias Kuburanﻗﺎﻝ اﻷﺋﻤﺔ ﻭﺣﻜﻤﺔ اﻟﻨﻬﻲ اﻟﺘﺰﻳﻴﻦ ﺃﻗﻮﻝ ﻭﺇﺿﺎﻋﺔ اﻟﻤﺎﻝ ﻟﻐﻴﺮ ﻏﺮﺽ ﺷﺮﻋﻲ“Para ulama berkata, Hikmah alasan larangan membangun kuburan adalah menghias.’ Saya Umairah katakana, Juga karena menghamburkan harta tanpa tujuan yang dibenarkan syari’at’,” Ahmad al-Barlasi al-Umairah, Hasyiyah Umairah, juz 1, hal. 441.KesimpulanSekian pembahasan dari kumpulan hadits tentang kuburan, hadits tentang rumah seperti kuburan, hadits tentang larangan duduk di atas kuburan, hadits tentang membangun kuburan, hadits tentang menabur bunga di kuburan, hadits tentang duduk diatas kuburan, hadits tentang larangan shalat di masjid yang ada kuburannya, hadits riwayat muslim tentang Hadits Tentang MenabungHadits Shahih Tentang Mencukur AlisBacaan Doa Ziarah Kubur Singkat
Teks Jawaban Sejarah Kubah Hijau Kubah yang ada di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, dahulu tidak ada hingga abad ketujuh. Yang pertama kali membangunnya adalah Sultan Qalawun. Dahulu berwarna kayu, kemudian berwarna putih, biru dan hijau. Dan warna hijau yang berlanjut hingga sekarang. Ustadz Ali Hafid hafizahullah berkata “Belum pernah ada kubah di atas kamar yang suci kuburan Nabi. Dahulu di atap masjid yang sejajar dengan kamar ada kayu memanjang setengah ukuran orang untuk membedakan antara kamar dengan sisa atap masjid lainnya. Sulton Qalawun As-Shalihi yang pertama kali membuat kubah di atas kuburan tersebut. Dikerjakan pada tahun 678 H, berbentuk empat persegi panjang dari sisi bawah, sedangkan atasnya berbentuk delapan persegi dilapisi dengan kayu. Didirikan di atas tiang-tiang yang mengelilingi kamar, dikuatkan dengan papan dari kayu, lalu dikuatkan lagi dengan tembaga, dan ditaruh di atas kayu dengan kayu lain. Kubah tersebut diperbarui pada zaman An-Nasir Hasan bin Muhammad Qalawun, kemudian papan yang ada tembaganya retak. Lalu diperbarui dan dikuatkan lagi pada masa Al-Asyraf Sya’ban bin Husain bin Muhammad tahun, 765 H. Akan tetapi ada kerusakan, dan diperbaiki pada zaman Sultan Qaytabai tahun 881 H. Rumah dan kubah terbakar pada waktu kebakaran Masjid Nabawi tahun 886 H. Pada zaman Sultan Qaytabai tahun 887 H, kubahnya diperbarui. Dan dibuat pondasi yang kuat di tanah Masjid Nabawi, dibangun dengan kayu dengan puncak ketinggian. Setelah kubah selesai seperti yang telah dijelaskan, ternyata bagian atasnya koyak kembali. Ketika merasa tidak mungkin lagi dipugar, Sultan Fayyabi memerintahkan untuk menghancurkan bagian atasnya. Lalu diulangi lagi pembangunannya lebih kuat dengan semen putih. Dan selesai dengan kokoh dan kuat pada tahun 892 H. Pada tahun 1253 H Sultan Abdul Hamid Al-Utsmani mengeluarkan perintah untuk mengecat kubah dengan warna hijau. Beliaulah yang pertama kali mengecat kubah dengan warna hijau. Kemudian cat tersebut terus menerus diperbarui setiap kali dibutuhkan, sampai hari ini. Dinamakan kubah hijau setelah dicat hijau. Dahulu dikenal dengan Kubah Putih, Fayha dan Kubah Biru.” Fushul Min Tarikh Al-Madinah Al-Munawwarah, Ali Hafiz, hal. 127-128 Kedua Hukumnya Para ulama peneliti -dahulu dan sekarang- telah mengingkari bangunan kubah dan pengecatannya. Semua itu karena mereka mengetahui bahwa pengingkaran tersebut dapat mencegah peluang yang banyak yang mengkhawatirkan lahirnya tindakan kesyirikan. Di antara ulama-ulama tersebut adalah; 1. Imam Ash-Shan’any rahimahullah dalam kitab Tathirul I’tiqadat’, berkata, 'Kalau anda katakan, bahwa pada kuburan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam telah dibangun kubah yang agung dengan biaya yang sangat besar, maka saya katakan, ini merupakan kebodohan besar tentang hakikat sebuah keadaan. Sesungguhnya kubah tersebut tidak dibangun oleh beliau Nabi sallallahu alaihi wa sallam, para shahabat, para tabiin, para tabiit tabi’in, tidak juga para ulama umat dan pemimpin agamanya. Akan tetapi kubah yang dibangun di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tersebut adalah bangunan yang didirikan salah seorang raja Mesir terakhir yaitu Qalawun As-Salihi yang dikenal dengan Raja Al-Mansur pada tahun 678 H. Disebutkan dalam kitab Tahqiq An-Nushrah Bitalkhis Ma’alim Dar Al-Hijrah’, 'Ini adalah urusan pemerintah, tidak ada kaitannya dengan dalil.' 2. Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya “Ada orang yang berhujjah berargumen bahwa adanya bangunan kubah hijau di atas kuburan yang mulia di Masjid Nabawi menunjukkan dibolehkannya membangun kubah di atas kuburan-kuburan lain seperti orang-orang shaleh dan lainnya. Apakah hujjah ini dibenarkan atau bagaimana cara menyangkalnya?. Mereka menjawab “Hujjah argumen orang yang membolehkan membangun kubah di atas kuburan orang saleh yang telah wafat, dengan adanya kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidaklah benar. Karena tindakan mereka yang membangun kubah di atas kuburannya sallallahu’alaihi wa sallam merupakan perbuatan haram dan pelakunya berdosa, karena menyalahi riwayat dari Abi Al-Hayyaj Al-Asadi yang berkata, 'Ali bin Abi Tholib radhiallahu anhu berkata kepadaku ”Mari aku utus engkau sebagaimana Rasulullah sallallahu alahi wa sallam mengutusku; Janganlah engkau membiarkan patung kecuali engkau hilangkan, dan jangan biarkan kuburan tinggi kecuali engkau ratakan." Dari Jabir radhiallahu anhu, dia berkata نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيهِ ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيهِ رواهما مسلم "Nabi sallallahu’alaihi wa sallam melarang kuburan ditembok, diduduki dan dibangun di atasnya." HR. Muslim Maka tidak sah seseorang berhujjah dengan prilaku sebagian orang yang diharamkan dengan melakukan prilaku yang sama yang diharamkan juga. Karena tidak dibolehkan menyalahi sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dengan bersandar perkataan atau perbuatan seorang pun. Karena beliau sallallahu’alaihi wasallam sebagai penyampai dari Allah Subhanahu wata’ala yang wajib ditaati dan tidak boleh menyalahi perintahnya. Berdasarkan firman Allah Azza wa jalla وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا سورة الحشر 7 “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” QS. Al-Hasyr 7 Dan ayat-ayat lain yang memerintahkan taat kepada Allah dan kepada RasulNya. Di samping itu, karena membangun kuburan dan menjadikan kubah di atasnya merupakan salah satu sarana kesyirikan terhadap penghuninya, maka pintu ke arah sana harus ditutup sebagai antisipasi mencegah perbuatan syirik.’ Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Qa’ud Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/83-84 3. Para ulama’ Al-Lajnah ad-Daimah mengomentari juga ”Berdirinya kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alahi wasallam bukan sebagai hujjah bagi yang mecari dalil untuk itu dalam membangun kubah di atas kuburan para wali dan orang-orang shaleh. Karena adanya kubah di atas kuburannya, bukan atas wasiat dari beliau sallallahu’alaihi wa sallam, juga bukan prilaku para shahabat radhiallahu’anhum, bukan juga para tabiin, juga bukan perbuatan seorang pun dari para imam yang mendapatkan petunjuk di abad-abad permulaan yang disaksikan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sebagai generasi terbaik. Sssungguhnya hal itu merupakan prilaku ahli bid’ah. Telah menjadi ketetapan Nabi sallallahu’alahi wa sallam dalam sabdanya “Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama kami yang tidak ada ajarannya maka ia tertolak.” Begitu pula telah ada ketetapan dari Ali radhiallahu anhu bahwa beliau berkata kepada Abu Al-hayyaj ”Mari aku utus engkau sebagaimana Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam mengutusku; Janganlah engkau membiarkan patung kecuali engkau hilangkan, dan jangan ada kuburan tinggi kecuali engkau telah ratakan.” HR. Muslim Tidak ada ketetapan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam membangun kubah di atas kuburannya, juga tidak ada ketetapan dari para imam yang terbaik. Justeru ketetapan yang ada adalah membatalkan akan hal itu. maka selayaknya seorang muslim tidak tergantung dengan apa yang dibuat-buat oleh ahli bid’ah dengan membangun kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam.” Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Gudayyan, Syekh Abdullah Qa’ud. Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 2/264, 265 4. Syekh Syamsuddin Al-Afghany rahimahullah berkata ”Al-Allamah Al-Khojnadi 1379 H berkata dalam menjelaskan sejarah pembangunan kubah hijau yang dibangun di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, 'Setelah diteliti, dia adalah bid’ah yang dilakukan melalui tangan-tangan sebagian penguasa yang tidak paham dan keliru yang jelas-jelas menyalahi hadits shahih muhkam yang jelas mengandung hukum dan jelas. Karena ketidak tahuan tentang sunnah serta sikap berlebih-lebihan dan mengikuti orang Kristen yang sesat dan bingung. Ketahuilah, bahwa hingga tahun 678 H, kubah di atas kamar nabi yang di dalamnya ada kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah ada. Akan tetapi, hal tersebut baru dibangun oleh Raja Ad-Zahir Al-Mansur Qalawun As-Sholihi pada tahun itu 678 H. Maka dibangunlah kubah itu. Saya katakan ”Sesungguhnya dia melakukan hal itu karena melihat di Mesir dan Syam hiasan pada gereja orang Kristen. Maka dia menirunya karena tidak tahu terhadap perintah Nabi sallallahu’alahi wa sallam dan sunnah-sunnahnya. Sebagaimana Al-Walid menirunya dalam menghias masjid. Maka berhati-hatilah. Wafa AL-Wafa. Tidak diragukan lagi bahwa prilaku Qalawun ini –dengan tegas menyalahi hadits shahih dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Akan tetapi kebodohan adalah bencana yang besar. Dan berlebih-lebihan dalam mencintai dan mengagumkan adalah bencana yang mengerikan. Meniru orang-orang asing non Islam adalah penyakit yang memusnahkan. Maka kami berlindung kepada Allah dari kebodohan, berlebih-lebihan dan dari meniru orang-orang asing.” Juhud Ulama’ Al-Hanafiyah Fi Ibtol Aqoidil AL-Quburiyyah, 3/1660-1662 Ketiga Sebab Tidak Dihancurkannya. Para ulama menerangkan hukum agama terkait membangun kubah. Pengaruh dari perbuatan bid’ah ini sangat jelas bagi para pelaku bid’ah, mereka menjadi sangat tergantung dengan bangunan tersebut, baik bentuk maupun warnanya. Pujian dan penghormatan mereka telah banyak melahirkan nazam syair maupun natsar prosa. Untuk mengatasi hal ini yang ada tingal realisasi dari pemerintah, dan ini bukan pekerjaan para ulama. Boleh jadi, penghalang bangunan tersebut tidak dihancurkan adalah agar tidak terjadi fitnah, dan khawatir terjadi kekacauan di kalangan awam karena ketidaktahuan mereka. Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa kalangan awam di tengah masyarakat dapat sampai pada tindakan pengagungan terhadap kubah tersebut tak lain karena ajaran dan arahan para ulama sesat dan para pemimpin bid’ah. Mereka inilah yang membuat kekacauan terhadap dua negeri yang suci Mekkah dan Madinah serta terhadap aqidah dan manhajnya. Karena telah banyak sekali prilaku yang sesuai dengan agama di kami yang menyalahi bid’ah mereka. Yang jelas, hukum agama telah tampak dengan jelas. Tidak dihancurkannya kubah tersebut bukan berarti dibolehkan membangunnya, baik di situ maupun di kuburan manapun. Syekh Shaleh Al-Ushaimi hafizahullah berkata “Sesungguhnya berdirinya kubah tersebut selama delapan abad, bukan berarti dia dibolehkan. Juga bukan berarti jika didiamkan bermakna setuju atau dalil membolehkan. Seharusnya penguasa umat Islam menghilangkannya, dan mengembalikan kondisinya seperti waktu kenabian, yaitu dengan menghilangkan kubah, hiasan dan dekorasi dalam masjid. Terutama pada Masjid Nabawi, jika hal itu tidak berdampak fitnah yang lebih besar. Akan tetapi, jika berdampak fitnah lebih besar, maka penguasa harus berhati-hati disertai keinginan kuat untuk menghancurkannya jika memungkinkan. Bida Al-Qubur, Anwa’uha Wa ahkamuha, Wallahu’alam .
membangun kubah diatas kuburan adalah haram ini keyakinan kaum